Ospek
Saat
ini, mulai ada perubahan kebiasaan di kampus-kampus dalam kegiatan penerimaan
mahasiswa baru (maba). Perubahan kebiasaan dimaksud, yakni menyangkut program
pengenalan kampus yang lazim disebut orientasi studi pengenalan kampus (ospek).
Pelaksanaan ospek sudah bertahun-tahun berlangsung. Kegiatan yang lebih
mengarah ke bentuk perpeloncoan tersebut mulai di tinggalkan. Sebagai gantinya,
para mahasiswa senior bersama-sama institusi kampus menyelanggarakan kegiatan
ospek dengan pola yang lebih bermakna, seperti mengenal diri mahasiswa, kegiatan sosial, pemahaman realita
bangsa, dan visi terhadap Indonesia.
Terhadap
perubahan program ospek tersebut, rasanya patut di syukuri mengingat cara-cara
lama yang di terapkan berbentuk perpeloncoan oleh mahasiswa senior terhadap
mahasiswa junior, ada kalanya hanya mendatangkan petaka. Hal itu dapat dilihat
pada pengalaman-pengalaman lalu. Banyak korban berjatuhan bahkan sampai
kehilangan nyawa.
Selama
bertahun-tahun, kebiasaan itu sulit di ubah. Mereka yang terlibat di dalamnya
selalu memiliki dalih sebagai pembenaran terhadap program yang mereka jalankan.
Dalih yang di kedepankan, selain menjalankan tradisi, adalah upaya membangun
kedisiplinan, wahana mempererat kebersamaan antar sesama mahasiswa baru, juga
agar maba mengenal para seniornya. Ketika kegiatannya membawa korban (akibat
hukuman fisik), mereka berdalih itu hanya kegiatan perkenalan semata dan tidak
bisa dianggap bahwa ospek berbentuk perpeloncoan adalah buruk.
Akan
tetapi, kini semakin ada kejelasan bahwa pola ospek mulai berubah. Semula,
ada hubungan subjek-objek kemudian
menjadi subjek-subjek, yakni ada kesetaraan sama-sama tengah belajar. Pola
subjek-objek yang lebih bersifat satu pihak berdiri sebagai kekuatan dan pihak
yang lain tidak lebih sebagai sasaran kekuatan, atau lebih tegasnya, satu pihak
mengidentikkan diri sebagai senior dan kelompok lain harus menjadi junior mulai
di tanggalkan.
Dengan
perubahan pola pada program ospek, yakni dengan meninggalkan pola perpeloncoan,
tentunya masyarakat lebih banyak yang setuju. Lain halnya terhadap ospek yang
disertai hukuman-hukuman dengan alasan menguji mental, menempa kekuatan fisik,
sumpah serapah, atau dengan mengenakan atribut lucu-lucuan, mungkin akan lebih
banyak yang menolaknya. Bagi para orangtua misalnya disamping bangga dan
bahagia sudah cukup berat dan repot tatkala anaknya diterima di perguruan
tinggi. Mereka bukan saja harus menyediakan dana cukup besar untuk bayar uang
kuliah, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan lain seperti uang kos dan biaya sehari-hari
bagi mereka yang bersal dari luar kota. Jika di bebani lagi harus beli ini itu
untuk kegiatan ospek, rasanya beban tersebut semakin menumpuk. Lebih kecewa dan
sakit lagi jika anaknya tiba-tiba harus pulang karena jadi korban kelalaian
mahasiswa seniornya.
Sekali
lagi, kita patut bersyukur karena tampaknya kegiatan ospek di kampus-kampus
sudah ada perubahan ke arah yang lebih bermakna positif. Sudah saatnya kita
meninggalkan perpeloncoan. Hidup ini sudah begitu keras untuk diperjuangkan,
jangan ditambahkan lagi dengan kekerasan lain.
Sumber:
Pikiran Rakyat, 31 Agustus 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar