Selasa, 17 November 2015

Ospek


Ospek
Saat ini, mulai ada perubahan kebiasaan di kampus-kampus dalam kegiatan penerimaan mahasiswa baru (maba). Perubahan kebiasaan dimaksud, yakni menyangkut program pengenalan kampus yang lazim disebut orientasi studi pengenalan kampus (ospek). Pelaksanaan ospek sudah bertahun-tahun berlangsung. Kegiatan yang lebih mengarah ke bentuk perpeloncoan tersebut mulai di tinggalkan. Sebagai gantinya, para mahasiswa senior bersama-sama institusi kampus menyelanggarakan kegiatan ospek dengan pola yang lebih bermakna, seperti mengenal diri  mahasiswa, kegiatan sosial, pemahaman realita bangsa, dan visi terhadap Indonesia.
Terhadap perubahan program ospek tersebut, rasanya patut di syukuri mengingat cara-cara lama yang di terapkan berbentuk perpeloncoan oleh mahasiswa senior terhadap mahasiswa junior, ada kalanya hanya mendatangkan petaka. Hal itu dapat dilihat pada pengalaman-pengalaman lalu. Banyak korban berjatuhan bahkan sampai kehilangan nyawa.
Selama bertahun-tahun, kebiasaan itu sulit di ubah. Mereka yang terlibat di dalamnya selalu memiliki dalih sebagai pembenaran terhadap program yang mereka jalankan. Dalih yang di kedepankan, selain menjalankan tradisi, adalah upaya membangun kedisiplinan, wahana mempererat kebersamaan antar sesama mahasiswa baru, juga agar maba mengenal para seniornya. Ketika kegiatannya membawa korban (akibat hukuman fisik), mereka berdalih itu hanya kegiatan perkenalan semata dan tidak bisa dianggap bahwa ospek berbentuk perpeloncoan adalah buruk.
Akan tetapi, kini semakin ada kejelasan bahwa pola ospek mulai berubah. Semula, ada  hubungan subjek-objek kemudian menjadi subjek-subjek, yakni ada kesetaraan sama-sama tengah belajar. Pola subjek-objek yang lebih bersifat satu pihak berdiri sebagai kekuatan dan pihak yang lain tidak lebih sebagai sasaran kekuatan, atau lebih tegasnya, satu pihak mengidentikkan diri sebagai senior dan kelompok lain harus menjadi junior mulai di tanggalkan.
Dengan perubahan pola pada program ospek, yakni dengan meninggalkan pola perpeloncoan, tentunya masyarakat lebih banyak yang setuju. Lain halnya terhadap ospek yang disertai hukuman-hukuman dengan alasan menguji mental, menempa kekuatan fisik, sumpah serapah, atau dengan mengenakan atribut lucu-lucuan, mungkin akan lebih banyak yang menolaknya. Bagi para orangtua misalnya disamping bangga dan bahagia sudah cukup berat dan repot tatkala anaknya diterima di perguruan tinggi. Mereka bukan saja harus menyediakan dana cukup besar untuk bayar uang kuliah, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan lain seperti uang kos dan biaya sehari-hari bagi mereka yang bersal dari luar kota. Jika di bebani lagi harus beli ini itu untuk kegiatan ospek, rasanya beban tersebut semakin menumpuk. Lebih kecewa dan sakit lagi jika anaknya tiba-tiba harus pulang karena jadi korban kelalaian mahasiswa seniornya.
Sekali lagi, kita patut bersyukur karena tampaknya kegiatan ospek di kampus-kampus sudah ada perubahan ke arah yang lebih bermakna positif. Sudah saatnya kita meninggalkan perpeloncoan. Hidup ini sudah begitu keras untuk diperjuangkan, jangan ditambahkan lagi dengan kekerasan lain.

Sumber: Pikiran Rakyat, 31 Agustus 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar